PROSES LAHIRNYA NAHDHATUL ULAM' (NU)
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Aswaja 1 ”
Dosen
pengampu:
Fitri
Wahyuni, M.SI.
Dosen pengampu:
Fitri Wahyuni, M.SI.
Di
Susun Oleh :
SRIONO PAI 2A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FALKUTAS TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM SUNAN GIRI (INSURI)
PONOROGO
2017
BAB I
PENDAHULAN
A.
Latar Belakang Masalah
Nahdlatul ulama sebagai
organisasi menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunah wal jamaah
ditengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara kesatuan Republik
Indonesia.
Nahdlatul ulama berdiri
pada 16 Rajab1344H (31 Januari 1926), organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim
Asy’ari sebagai Rasis akbar
Untuk menegaskan prinsip
dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi
(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunah wal jamaah.
Yang dijadikan sebagai dasar rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak
dalam sosial keagamaan dan politik.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kelahiran NU?
2.
Siapa
saja susunan pengurus NU?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui kelahiran NU
2.
Untuk
mengetahui susunan pengurus NU
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Kelahiran Nahdlatul Ulama
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang
berperan sebagai pusat pengajaran dan penyebaran Islam sekaligus pendalaman
agama bagi pemeluknya secara terarah. Pengajaran di pondok pesantren yang
bersumber pada kitab-kitab salaf merupakan media pelestarian dan pengalaman
ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pemikiran para ulama bermadzhab
dipelajari dipraktikkan dan dilestarikan sehigga menjadi amaliyah yang berurat
dan berakar dalam masyarakat. Dari sinilah lahir suatu lapisan masyarakat dengan
tingkat kesadaran dan pemahaman ajaran Islam yang utuh dan benar.
Pada permulaan abad ke-19 masehi
muncul gerakan yang mengaku sebagai
pembaruan Islam di Minangkabau, Sumatra Barat yang dipimpin oleh Haji
miskin dan kawan-kawan sekembalinya di Makkah. Gerakan mereka serupa dengan
aliran Wahabi yang berkembang di Saudi Arabia. Dalam mengenalkan gerakan
pembaruannya, mereka menerapkan jalan kekerasan sehingga menyebabkan terjadi
perang saudara yang dikenal dengan sebutan “Perang Padri”.
Gerakan pembaharuan ini
terus berkembang dengan membawa semboyan permurnian ajaran Islam dari segala
bentuk bid’ah dan khurafat. Mereka mengancam penganut madzhab dan
menentang amaliyah-amaliyah keagamaan, seperti ziarah kubur, tahlilan, berkirim
doa kepada orang yang meninggal dunia dan membaca Shalawat Nabi. Mereka tidak
segan segan-segan membicarakan masalah masalah khilafiyah yang sebenarnya
merugikan persaudaraan antara sesama muslim.
Sementara itu pada tahun
1924 terjadi perubahan politik di Saudi Arabia. Abdul bin Saud, pengikut aliran
wahabi berhasil merebut kekuasaan dari Syarif Husen di kota Suci Makkah.
Peristiwa ini selain menandai terjadinya perubahaan politik, juga pergeseran
dalam aspek keagamaan, karena sejak itu aliran wahabi menjadi faham keagamaan
yang resmi pada kerajaan Saudi Arabia.[1]
Perubahan tersebut sangat
berpengaruh di Indonesia, sehingga kelompok pembaru merasa mendapat siraman
semangat baru untuk lebih gancar mendebatkan masalah masalah khalifiyah. Mereka
sadar bahwa hal itu akan merusak ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi hanya dengan
cara itulah mereka dapat menunjukkan jati dirinya di tengah-tengah masyarakat.
Inilah yang kurang dapat
diterima oleh ulama pesantren. Bagi mereka di saat-saat penjajahan Belanda
harus dihadapi dengan kekuatan bersama, persatuan dan persaudaraan umat Islam
lebih penting dari pada mendebatkan masalah masalah khalifiyahyang tidak akan
ada ujung pangkalnya. Karena itu, bagi yang suka terhadap suatu hukum tertentu
disilahkan mengamalkannya dan bagi yang tidak suka harus menghormatinya. Antara
kedua belah pihak tidak perlu saling mencela atau mencaci, karena yang
diberdebatkan hanyalah masalah masalah cabang (furu’) yang tidak akan
mengurangi kemurnian pengalaman ajaran agama.
Seruan para ulama
pesantren untuk mempererat persaudaraan dan menghentikan perdebatan masalah
khalifiyah itu tidak memperoleh tanggapan positis dari kelompok pembaru.
Ketegangan antara kedua belah pihakpun sulit dihindari, terutama setelah Raja
Ibnu Saud mengundang umat islam indonesia untuk menghadiri muktamar Dunia Islam
di Makaah. Untuk keperluan tersebut pada bulan Agustus 1925 diadakan kongres
al-Islam ke-4 di Yogjakarta dan pada bulan Febuari 1926 disenggarakan kongres
al-Islam di Bandung. Kedua kongres tersebut dikuasai oleh kelompok Islam
modernis, dan bahkan sebelum kongres Bandung mereka telah mengadakaan pertemuan
terbatas di Cianjur yang salah satu keputusannya menetapkan delegasi yang akan
dikirim yaitu: Cokroaminoto (serikat Islam) dan KH. Mas Mansur (Muhammadiyah). kongres
Bandung hanya dimaksudkan untuk mengesahkan keputusan Cianjur tersebut.
Karena kongres Bandung
tidak melibatkan unsur ulama pesantren sebagian utusan, maka melalui KH. Abdul
Wahab Hasbullahsebagai juru bicaranya mengusulkan agar penguasa baru di Saudi
Arabia tetap menghormati amaliyah keagamaan dan pelaksanaan ajaran mazhab empat
yang dianut oleh masyarakat setempat. Usulan inipun ditolak oleh kelompok
pembaru dan bahkan mereka sepakat mendukung pelaksanaan paham Wahabi di Hijaz. [2]
Menghadapi sikap keras
kelompok pembaru tersebut, para ulama pesantren sepakat membentuk panitia
khusus guna memperjuangkan aspirasi mereka mempertahankan berlakunya ajaran
Islam Alussunnah wal Jamaah di Hijaz (Makah-Madinah). Sesudah persiapan matang,
maka pada tanggal 14 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 januari 1926 M
atas ijin KH. Hasyim Asya’ri, diadakan pertemuan di rumah KH. Abdul Wahab
Hasbullah, jalan kertopaten Surabaya.
Dalam pertemuan
tersebut disepakati dua keputusan penting, sebagai berikut:
1.
Meresmikan
dan mengukuhkan Komite Hijaz dengan masa kerja samai delegasi yang diutus
menemui Raja Ibnu Saud kembali ke tanah air.
2.
Membentuk
jamiyah (organisasi) sebagai wadah persatuan ulama dalam tugasnya sebagai
pemimpin umat yang diberi nama “Nahdlatul Ulama” artinya “Kebangkitan Ulama”.
Tentang komite Hijaz disepakati untuk mengirim
delegasi di luar komite Khilafat
yang terdiri dari KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh Ghanaim Al Misri.
Delegasi ini diberi tugas untuk menghadap langsung kepada Raja Ibnu Saud
menyampaikan permohonan agar diberlakukannya kemerdekaan bermazhab di negri
Hijaz pada salah satu dari madzhab empat dan tetap diramaikannya tempat-tempat
bersejarah bagi para jamaah haji.
Delegasi komite Hijaz diterima oleh
Raja Ibnu Saud pada tanggal 13 juni 1928. Dalam pertemuan tersebut Raja memberi
tanggapan sangat positif terhadap tuntutan yang disampaikan. Raja juga memberi
jawaban tertulis kepada pengurus besar Nahdlatul Ulama dengan nomor: 2082 Tanggal
24 Dzulhijjah 1346 H. Dalam surat tersebut Raja Ibnu Sa’ud menegaskan bahwa
tidak ada larangan bagi jamaah haji melaksanakan amaliyah keagamaan di
Baitullah Al Haram dan setiap orang diberi kebebasan mengikuti madzhabnya
masing-masing.
Dari uraian tersebut jelas bahwa
pembentukan komite Hijaz yang telah memperoleh hasil gemilang dalam
perjuangannya itu merupakan suatu paket dengan kelahiran Nahdlatul Ulama. Mereka
yang duduk dalam komite Hijaz adalah para ulama yang mendirikan jamiyah
Nahdlatul Ulama. Tujuan yang diperjuangkanya merupakan inti dari tujuan
kelahiran NU yaitu terwujudnya masyarakat Islam berdasarkan faham Ahlussunah
wal Jamaah.
B.
Susunan pengurus Nahdlatul Ulama
1.
Syuriyah
Rasis
Abar: KH.
Hasyim Asy’ari (Jombang)
Wakil
Rasis: KH. A. Dahlan Ahyad (Surabaya)
Katib : KH. Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya)
Naibul
Katib: KH. Abdul Halim (Surabaya)
A’wan: KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya)
KH. Ridlwan Abdullah
(Surabaya)
KH. Amin Abdus Syukur
(Surabaya)
KH.
Amin (Surabaya)
KH. Said (Surabaya)
KH.
Nahrawi Thahir (Malang)
KH.
Hasbullah (Surabaya)
KH.
Syarif (Surabaya)
KH.
Yasin (Surabaya)
KH.
Nawai Amin (Surabaya)
KH.
Bisri Sausari (Jombang)
KH.
Abdul Hamid (Jombang)
K.
Abdullah Ubaid (Surabaya)
KH.
Dahlan Abdul Qahar (Nganjuk)
K. Abdul Majid (Surabaya)
KH. Masyhuri (Lasem)
2.
Mustasyar KH.
Moh. Zubair (Gresik)
KH. Raden Muntaha (Madura)
KH. Mas
Nawawi (Pasuruan)
KH.
Ridlwan Mujahid (Semarag)
KH. R
Asnawi (Kudus)
KH.
Hambali (Kudus)
Syekh
Ahmad Ghanaim Al Misri (Surabaya)
3.
Tanfdzyah
Ketua H. Hasan Gipo (Surabaya)
Wakil
Ketua H.
Saleh Syamil (Surabaya)
Serkertaris Moh. Shadiq (Surabaya)
Wakil
sekertaris H.nawawi (Surabaya)
Bendahara H.Moh. Burhan (Surabaya)
H. Jafar
(Surabaya).[3]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang berperan sebagai pusat
pengajaran dan penyebaran Islam sekaligus pendalaman agama bagi pemeluknya
secara terarah. Pengajaran di pondok pesantren yang bersumber pada kitab kitab
salaf merupakan media pelestarian dan pengalaman ajaran Islam Ahlussunnah Wal
Jamaah. Pemikiran para ulama bermazhab dipelajari dipraktikkan dan dilestarikan
sehiggacmenjadi amaliyah yang berurat dan berakar dalam masyarakat. Dari sinilah lahir suatu
lapisan masyarakat dengan tingkat kesadaran dan pemahaman ajaran Islam yang
utuh dan benar.
Menghadapi
sikap keras kelompok pembaru tersebut, para ulama pesantren sepakat membentuk
panitia khusus guna memperjuangkan aspirasi mereka mempertahankan berlakunya
ajaran Islam Alussunnah wal Jamaah di Hijaz (Makah-Madinah). Sesudah persiapan
matang, maka pada tanggal 14 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 januari 1926
M atas ijin KH. Hasyim Asya’ri, diadakan pertemuan di rumah KH. Abdul Wahab
Hasbullah, jalan kertopaten Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut
disepakati dua keputusan penting, sebagai berikut:
1.
Meresmikan
dan mengukuhkan Komite Hijaz dengan masa kerja samai delegasi yang diutus
menemui Raja Ibnu Saud kembali ke tanah air.
2.
Membentuk
jamiyah (organisasi) sebagai wadah persatuan ulama dalam tugasnya sebagai
pemimpin umat yang diberi nama “Nahdlatul Ulama” artinya “Kebangkitan Ulama”.
2.
Saran
Dmikianlah makalah ini
kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan upaya
penyempurnaan. Oleh karena itu makalah ini masih memerlukan upaya
penyempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah kami berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ozky Ahm.2017. Makalah NU,(Online),15
(1):12-20,( http://makalahku.blogspot.co,id),
diakses 03 Febuari 2017
As’ad. 2012. Pendidikan aswaja ke
NU-an. Sidoharjo: Al Maktabah
Casino Gaming, Entertainment and Resorts: How Do They Play?
ReplyDeleteCasino 경상남도 출장마사지 Gaming, 전주 출장안마 Entertainment and Resorts 사천 출장안마 - 경산 출장안마 casino-gaming-online-the-charlottest-casino-online,the-charlottest-casino-online,the-charlottest-casino-online 하남 출장안마